Pada awal Desember 2007, lima wakil dari lembaga Islam Indonesia, termasuk Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama, berangkat ke Israel dan menemui presidennya, Shimon Peres. Kunjungan mereka disponsori oleh Simon Wiesenthal Center dan LibForAll Foundation.
Shimon Peres menyatakan bahwa ia sangat gembira menerima para ulama tersebut, dan ia juga berharap jika lebih banyak orang Indonesia yang mau mengunjungi Israel di bulan Mei 2008 untuk mendoakan damai sambil merayakan ulang tahun Israel yang keenam puluh.
Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur Syafiq Mugni berharap kalau masyarakat Muslim Indonesia dapat menjadi lebih toleran, walaupun beliau juga mengakui masih banyak yang menentang demokrasi. Abdul A’la dari NU pun mengakui adanya kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia.
Din Syamsudin dan Hasyim Muzadi yang masing-masing merupakan pemimpin Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama, menyampaikan ketidaktahuan mereka akan kepergian anggotanya ke Israel.
Kolonialisme Bukan Islam
Pada bulan Desember, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas berujar kalau dukungan Indonesia terhadap Palestina tidak ada hubungannya dengan agama.
Banyak kalangan yang salah paham mengaitkan dukungan Indonesia kepada Palestina dengan agama.
Ia mengatakan bahwa kedudukan Indonesia yang pro-Palestina memang masalah prinsip, sesuatu yang dinyatakan oleh konstitusi kalau kemerdekaan adalah hak setiap negara yang tidak bisa diganggu gugat, dan maka itu, semua bentuk penjajahan harus dihapuskan.
Dituntun oleh keyakinan ini, Indonesia telah giat mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa lain, seperti Afrika Selatan dan Namibia, ujarnya.
Beliau menyesali keadaan dimana banyak orang mengira dukungan Indonesia untuk Palestina didorong oleh persaudaraan Islam.
Kekhawatiran Hak Asasi Manusia
Di tanggal 24 Januari 2008, sebagai akibat dari pemblokiran daerah Palestina dan penyerangan-penyerangan oleh pasukan Israel, anggota DPR Andreas H Pareira dari PDI-P mengatakan bahwa Indonesia harus melakukan persuasi terhadap Amerika untuk:
…memaksa Israel agar tidak menggunakan kekerasan terhadap Palestina.
Pareira mengatakan Israel hanya mau mendengarkan Amerika:
Kita tidak bisa menyalahkan Amerika Serikat saja, namun Indonesia bersama dengan negara-negara Muslim lain perlu meyakinkan Amerika Serikat untuk bertindak terhadap Israel, dan bukannya hanya mengutarakan kecaman.
Hajriyanto Y Thohari dari Partai Golkar justru mengatakan Indonesia harus menekan Amerika Serikat untuk segera mengambil sikap terhadap Israel.
Ini sesungguhnya tindakan semena-mena Israel untuk kesekian kalinya. Lalu, quo vadis PBB. Kita semua harus berbuat sesuatu, jika memang kita masih memiliki rasa kemanusiaan dan menganggap dunia ini masih beradab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar